Sapuring, Jadikan Kepulauan Meranti Sebagai Sentra Ternak



Sapuring, Jadikan Kepulauan Meranti Sebagai Sentra Ternak

Sapuring atau Sagu Parut Kering adalah bahan campuran utama pakan ternak yang berasal dari pokok sagu/rumbia (Metroxilon Sp) yang telah diparut dan dikeringkan.

Hasil analisa laboratorium Balitnak Bogor sampel sapuring menunjukkan bahwa setiap kilogram sapuring mengandung energi sebanyak 3.676 kilo kalori. Sebagai perbandingan jagung hanya menghasilkan 3.300 kilo kalori dan dedak halus 1.630 kilo kalori. Sehingga sapuring menjadi sumber pakan alternatif bagi ternak yang sangat bagus dan lebih ekonomis.

“Ini menunjukkan kandungan energi yang terdapat di dalam sagu lebih tinggi dibandingkan dengan dedak padi bahkan dengan jagung sekalipun. Dan sagu dapat menjadi salah satu sumber energi bagi pakan ternak yang bias didapat dengan mudah dan murah di Kab. Kepulauan Meranti ini,” ujar Kabid Produksi Peternakan Dinas Peternakan Provinsi Riau,Ir. Elly Suryani, MSi yang didamping Kasi Pakan Ir. Elyan Burza, SP, MSi disela kegiatan Sikomandan di Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti, Rabu (9/9/2020).

 Sapuring dapat dipergunakan untuk pakan ayam, bebek, sapi dan ternak-ternak lainnya seperti babi. Sapuring baru diproduksi mulai tahun 2020 oleh masyarakat Desa Bagan Melibur, Desa Lukit dan Desa Anak Kamal Kecamatan Merbau Kabupaten Kep. Meranti yang di bina oleh Bumdes Kecamatan Merbau.

Menurut Elly, sapuring akan menjadikan Kab. Kepulauan Meranti sebagai sentra ternak dan menghasilkan sumber protein hewani seperti daging dan telur dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Sementara di daerah Kep. Meranti ini hampir seluruh kebutuhan dasar didatangkan dari luar kabupaten.

Hal senada juga disampaikan oleh General Manager PT. Rumbio Pakan Lestari (RPL) Tenku Rivanda Ansori, mitra kerja Bumdes ketiga desa penghasil sapuring tersebut. Bahwa tujuan memproduksi sapuring adalah untuk meningkatkan harga jual sagu terutama pada saat pedemi ini, selain itu harga daging ayam dan telur yang tinggi di Kecamatan Merbau membuat masyarakat berfikir untuk budidaya ayam sendiri dengan menggunakan pakan yang murah dijangkau.

“Sejak pandemic covid 19 ini, biasanya harga normal sagu basah dari Rp. 1.950,- – Rp 2.250,-/kilo kini hanya dihargai oleh pemilik kilang Rp. 450,- saja, sehingga banyak petani sagu yang kehilangan pekerjaan dan tidak medapatkan penghasilan”, ujar Rivanda.

Rivanda mengatakan bahwa kebutuhan pakan bagi peternak yang ada di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau selalu didatangkan dari luar provinsi seperti Medan dan Jawa, akibatnya biaya produksi menjadi sangat tinggi, sehingga peternak lokal tidak dapat bersaing dengan produk telur dan daging yang juga didatangkan dari luar provinsi.

“Saat ini permintaan pakan sapuring sebanyak 200 ton perbulan, namun pada 4 Agustus yang lalu kami hanya bisa mengirim 20 ton saja atau 10% dari permintaaan ke Pulau Batam, sedangkan permintaaan telur bebek, telur ayam kampong dan puyuh untuk Pulau Batam 180.000 butir per hari berasal dari Blitar Jawa Timur dan ini peluang bagi Meranti,” ujar Rivanda.***

 

Kontributor  : Fatoka, SPt

Editor : Donny Aprizal, SPt

Photo

Program Provinsi

TOP